Penulis : Tere-Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tgl Terbit : Juni 2010
Tebal buku : 264 halaman
Jenis : novel roman
Tere liye adalah seorang penulis novel bahasa Indonesia, lahir pada tanggal 21 mei 1979 dan telah menghasilkan 14 buah novel. Darwis, nama asli dari Tere-liye, merupakan seorang suami dari Riski Amelia dan merupakan seorang ayah dari Abdullah Pasai. Ia lahir dan besar di pedalaman Sumatra, berasal dari keluarga petani, dan merupakan anak ke-6 dari 7 bersaudara.
Buku kesekian Tere-Liye ini Seperti biasa, tema yang diangkat sederhana dan tersebar dimana-mana. Ceritanya pun sangat mudah dicerna. Tapi diksinya, subhanallah, membuat saya merenung dalam. Kali ini ceritanya tentang cinta, Tema klasik yang akan selalu ramai di gunakan beberapa penulis mungkin hingga akhir zaman kelak.
Adalah Tania, Gadis kecil berkepang dua yang menjadi tokoh utama dalam novel beralur flash back ini. ia hidup di rumah kardus bersama Ibu dan adik laki-lakinya, Dede. Selama 3 tahun terakhir setiap hari dia harus menjalani perihnya kehidupan dengan menjadi pengamen dari bis ke bis. Suatu hari kakinya tiba-tiba tertusuk paku di bis, dan tak ada seorang pun yang peduli padanya, kecuali orang itu. Yah...orang itu yang menjadi awal dari semua kisah di dalam cerita ini. Orang yang telah menjelma menjadi sosok malaikat bagi Tania dan keluarganya. Orang yang mengangkat mereka dari jurang kemiskinan dan memberikan mereka cahaya masa depan yang cerah. namun, segala rasa kekagumannya terhadap malaikatnya itu seketika berubah menjadi rasa yang tak dapat ia mengerti. Mungkinkah ia telah jatuh cinta dengan malaikat penyelamat keluarga mereka ??
bagaimanakah kelanjutan kehidupan tania??
Bagi penyuka cerita cinta dan romantisme, buku ini layak anda baca. Ini bukan hanya cerita cinta biasa antara pria dan wanita, tapi juga cinta dan kepedulian terhadap sesama, meskipun mereka hanyalah pengamen jalanan yang tinggal di rumah kardus.Bagian penutup novel roman ini mudah ditebak (paling tidak bagi saya ^_^). Entah akhir yang bahagia, atau sedih. Itu tergantung pada persepsi pembaca. Yang jelas, novel ini mengajarkan kita bahwa cinta tak selamanya harus memiliki.
0 komentar:
Post a Comment